Pernah nggak kamu tertawa terlalu lama sampai ingin menangis?
Aku baru saja mengalaminya.
Tadi sore, aku menghabiskan waktu bercanda riang anakku yang baru akan berusia sepuluh bulan. Ia baru saja pandai duduk sendiri dengan cara tengkurap lebih dulu lalu memundurkan badannya sampai ke posisi duduk. Karena kebisaan barunya ini, ia jadi senang sekali bermain. Beberapa hari terakhir bahkan ia tidak mau tidur siang saking senangnya bermain.
Momen bermain bersama anak selalu jadi momen yang menyenangkan dan aku syukuri dengan sangat. Namun, di saat yang sama momen ini selalu membuatku khawatir dan takut. Takut aku tidak akan mengingatnya nanti ketika semua sudah berlalu. Ketika anakku sudah mulai besar atau bahkan dewasa. Ketika aku sudah makin tua dan pelupa.
Tak usahlah menunggu tua, di usiaku yang baru akan menginjak 27 tahun saja aku merasa banyak hal yang tidak mampu aku ingat dengan baik. Entah karena memang tidak begitu penting untukku atau memang kemampuan otakku untuk menyerap memori tidak sebaik itu.
Hampir setiap hari aku membaca buku. Banyak sekali buku yang aku selesaikan dalam satu tahun. Tahun lalu aku berhasil menyelesaikan 65 buku. Tahun ini, sampai di saat aku menulis blogpost ini, aku sudah selesai membaca 23 buku. Tapi... berapa banyak isi buku yang bisa aku ingat lekat-lekat di kepala? Nggak banyak.
Sejak pandemi, ketika kebiasaan bacaku meningkat pesat ratusan buku yang sudah aku selesaikan hanya beberapa buku yang mengena di hati dan aku ingat isinya dengan cukup baik. Melihat realita ini, aku khawatir kalau hal yang sama akan terjadi pada perjalananku menjadi ibu, perjalananku menemani tumbuh-kembang anak kesayanganku.
Tak usah membayangkan bagaimana aku mengingat apa yang aku alami hari ini saat anakku besar nanti. Ketika ditanya oleh teman soal pengalaman hamil dan melahirkan saja aku tidak begitu ingat, banyak hal yang aku lupa-lupa ingat, tak begitu jelas dalam memori di kepala.
Menyadari hal ini kadang aku jadi ragu untuk menceritakan pengalamanku. Aku juga takut kalau aku tidak bisa mengingat sama sekali perjalanan hidup yang penting ini.
Menjadi ibu baru, aku banyak mendengar cerita dari mama maupun mama mertua soal pengalaman hamil dan melahirkan mereka. Aku selalu kagum bagaimana mereka bisa mengingat itu dengan baik meskipun kejadiannya sudah berlalu beberapa dekade silam. Apa yang dirasakan tubuh mereka saat ingin melahirkan, apa yang mereka alami saat proses melahirkan, bagaimana proses tumbuh-kembang anak-anak mereka terkesan sangat lekat diingatan mereka.
Aku ragu bisa mengingat semuanya sebaik mereka. Aku takut tak bisa mengingat perjalananku sebagai ibu sebaik mereka.
Karena ketakutanku ini, tiap kali menghabiskan momen berkesan bersama anakku aku pasti akan merekamnya. Pikirku, jika nanti aku tak mampu mengingatnya dengan baik, setidaknya aku masih bisa mengintip momen bahagia ini nanti lewat foto atau video yang aku simpan di kartu memori khusus.
Sedih sekali membayangkan kalau suatu hari aku tak mampu mengingat senyum manis anakku saat bayi, tawa riangnya yang lepas tanpa bebat, atau momen ketika kamu bermain bersama tanpa takut dibilang anak mama. Oleh karena itu, tiap kali ketakutan ini muncul di momen penting antara aku dan anakku, aku selalu berdoa dengan sungguh-sungguh semoga Allah memampukanku untuk mengingat semua memori bahagia kami. Aku pun selalu berdoa semoga perangainya yang ceria, bahagia dan lepas, serta lemah-lembut tak berubah dimakan waktu sekalipun ia tumbuh besar, dewasa, dan menua.