Tidak Ada yang Salah Dari Merayakan
Sabtu, Agustus 01, 2020
Senin lalu akhirnya gue genap berusia 24 tahun. Ulang tahun yang entah
bagaimana terasa paling ditunggu dibandingkan dengan ulang tahun-ulang tahun
sebelumnya. Bahkan, gue sudah menyiapkan diri untuk merayakan hari pertambahan usia
ini satu bulan sebelumnya. Oh! Salah ternyata! Gue sudah mempersiapkan perayaan
untuk ulang tahun ini sejak akhir tahun lalu malahan untuk melakukan birthday
run di Pocari Sweat Bandung Marathon 2020 yang sayangnya harus dibatalkan
karena pandemik korona.
Merencanakan untuk merayakan ulang tahun ke-24 dengan berlari sejauh 24
km di Bandung, kota yang penuh dengan romantisme dalam imajinasi kepala, tidak
bisa direalisasikan. Menyadari ketidakmungkinan itu, gue pun memperingati dan
merayakan bulan kelahiran dengan membeli cukup banyak buku dalam satu waktu.
Lima buku dalam satu waktu. Jajan buku terbanyak yang pernah gue lakukan
setelah kembali merajinkan diri membaca.
Selain itu, gue pun membuat sebuah giveaway yang baru saja
diumumkan pemenangnya. Juga, untuk memperingati pertambahan usia dan sebagai
bentuk rasa syukur. Membagikan tujuh buah buku untuk empat orang pemenang. Tujuh
sebagai tanda dari bulan kelahiran gue, bulan ketujuh dan empat untuk
menandakan umur gue sekarang, 24. Ambil belakangnya saja sudah biar gampang.
Ulang tahun kali ini bahkan gue (akan) mendapatkan kado yang gue
impikan, sepatu baru. Sepatu yang gue yakin kebanyakan orang menggunakannya
untuk kegiatan sehari-hari meski itu adalah sepatu lari. Nike Cortez yang
dipakai oleh Forrest Gump untuk berlari berkeliling Amerika. Sepatu yang value-nya
gue amini, berharap mampu berlari sejauh Gump, berharap gue bisa menginspirasi
orang lain layaknya Gump.
Tapi, sekarang ada tambahannya lagi. Karena sepatu itu (akan) diberikan
oleh seseorang yang istimewa dan berbaik hati, gue pun ingin berlari dengan sepatu
itu bersamanya. Berlari bersama jauh mungkin, kemana pun kami pergi dan apa pun
tujuan kami. Pokoknya, sama-sama melangkah, entah berlari atau berjalan. Jangan
kayak Gump yang harus berlari sejauh itu sendirian untuk menemukan dan
mengetahui apa yang dia inginkan. Sesi lari untuk pelariannya sudah selesai.
Begitu juga untuk lari sendiriannya.
Nggak hanya sepatu sebagai hadiah. Gue yang baru satu bulan menjadi karyawan
di kantor sekarang pun mendapatkan kejutan yang benar-benar mengejutkan kami
semua, gue dan rekan-rekan. Di sore hari Senin saat gue berulang tahun,
tahu-tahu saja kolega dari lantai bawah mengantarkan sebuah paket dan
memberikannya kepada rekan kerja yang duduk di depan gue.
Tidak berekspetasi apa-apa. Gue pikir itu paket biasa. Kami memang kadang-kadang
menerima paket di kantor, entah memang keperluan kantor atau keperluan pribadi.
Kolega yang duduk di depan gue ini, minggu sebelumnya menerima paket kiriman
makanan dari orang tuanya. Ya, gue pikir akan sama. Nyatanya, tidak. Ternyata
itu adalah kiriman kue ulang tahun dari bos gue yang kebetulan hari itu tidak datang
ke kantor karena sakit.
Dengan kondisi hubungan yang tidak dekat-dekat amat dan memang gue belum
membuka diri sepenuhnya, sungguh suasana menjadi kikuk luar biasa. Mereka
menyanyikan lagu “Selamat Ulang Tahun” dengan canggungnya. Gue pun tersenyum
dengan canggungnya. Tentu saja.
Kantor yang kalaupun bos gue masuk hanya terdiri dari empat orang. Hari itu
hanya diisi oleh tiga orang. Apa yang diharapkan dari perayaan ulang tahun
hanya dengan tiga orang yang sialnya tidak dekat-dekat amat satu dan yang
lainnya?
Tentu saja gue senang. Tentu! Tidak mungkin tidak! Orang yang baru mengenal
gue ingat ulang tahun gue dengan sangat baik, bahkan mengirimkan kue untuk
merayakannya. Tentu saja gue sangat senang dan bersyukur. Meski, sesi tiup
lilin maupun mengabadikan momen dalam foto sangatlah kaku layaknya kanebo
kering yang lama tak tersentuh air. Sekaku itu.
Hanya bertiga. Salah satu dari kami sedang melakukan diet. Kue indomie
yang sangat menggambarkan kondisi gue – anak kosan – pun harus dibagikan dengan
kolega di lantai bawah. Pun, kami tidak hobi-hobi banget makan karbo. Meskipun
gue suka, sangat suka. Namun, berada di lingkaran seperti ini membuat gue cemas
atas komentar mereka atas porsi makan gue yang banyak. Gue pun menahan diri dan
menjadi aktris kawakan dan bilang kalau gue tidak lapar dan tidak mampu menghabiskan
semuanya. Sandiwara. Pencitraan.
Malamnya, gue pun bertemu dengan Bucin-core. Ia memenuhi keinginannya
makan Rocky. Gue memenuhi keinginannya bertemu dengannya secara langsung. Berusaha
sekuat tenaga untuk menyerap momen bersama sebanyak-banyaknya agar tidak
menyesal setelah kembali ke kosan. Tidak ada kue karena dia tidak suka manis. Ah,
apa pentingnya kue kalau sudah bisa diabetes meski tanpa makan manis?
Setelah gue melewati 24 jam di ulang tahun ke-24, dengan kurang tidur
karena sebelumnya gue tidak bisa tidur tepat waktu sebab terlalu bersemangat
untuk berulang tahun, dengan membalas banyak sekali pesan dari teman-teman yang
mengucapkan, gue menyadari bahwa tidak ada yang salah sama sekali dari merayakan
hari ulang tahun maupun hari-hari bermakna lainnya.
Tidak ada yang salah untuk mengekspresikan kebahagiaan dan rasa syukur
atas pertambahan usia dan juga apa yang telah dilakukan selama satu tahun
belakangan. Tidak ada yang salah untuk berbagi apa yang dimiliki sebagai bentuk
balasan atas apa yang selama ini diberikan oleh orang lain.
Sungguh, gue merasa bahwa selama satu tahun ini sangat diberkati. Gue sangat
bersyukur untuk itu. Gue bisa melewati masa sulit. Gue ditemani dengan orang-orang
yang berbaik hati. Gue dipertemukan dengan orang-orang baik lainnya. Gue dimampukan
untuk melakukan hal-hal yang belum atau bahkan tidak pernah terbayangkan
sebelumnya.
Lalu, nikmat mana lagi yang kamu dustakan?
Satu tahun ini pun gue merasa berkembang dan mampu mengajak beberapa orang
di lingkaran pertemanan untuk sama-sama berkembang. Gue tidak pernah
benar-benar tahu kalau gue bisa punya daya sebegitunya untuk mempengaruhi dan
mengajak orang dalam hal yang menurut gue kebaikan.
Gue berubah. Beberapa orang di sekitar gue pun mengalami perubahan.
Secara tidak langsung, dunia pun berubah. Doa gue pun terjawab. Bukankah ini
adalah hal yang perlu dirayakan? Gue rasa iya.
Tahun lalu gue mengalami masa sulit, gue pun merayakan kesedihan itu
dengan membiarkan diri tenggelam sepenuhnya di sana, menerimanya dan tidak
melawannya. Membiarkan diri berproses dan menikmati semua rasa sakit dan kelam
yang gue rasakan. Hari ini, rasanya gue merayakan semua kebahagiaan dan berkat
yang gue punya. Berdoa, bersyukur, berbagi dan bercerita. Tidak ada lagi hal
yang mungkin gue lakukan selain itu. Rasanya, hanya itu yang gue mampu.
24 tahun gue hidup dan rasanya baru ini gue benar-benar merayakan dan
bersyukur atas pertambahan usia. Sebelumnya, gue menjadi manusia yang pura-pura
merayakan padahal skepstis dengan perayaan semacam ini.
Dulu, gue begitu antipati atas ucapan yang diberikan oleh orang-orang. Kepala
gue bertanya-tanya penuh rasa curiga. Apakah mereka benar-benar mengingat ulang
tahun gue? Apakah mereka mengucapkan dengan sepenuh hati dan jiwa? Apakah doa
yang mereka haturkan adalah doa yang tulus ikhlas atau hanya sekadar kata-kata?
Apakah mereka benar-benar peduli? Kepala gue penuh dengan pertanyaan-pertanyaan
itu.
Terkesan tidak menghargai? Iya. Gue yakin dan sadar soal itu. Entahlah
apa yang menyebabkan gue berpikir demikian. Hanya saja, dulu, semua ucapan itu
terasa formalitas belaka. Tidak benar-benar mengucapkan. Tidak benar-benar
mendoakan.
Menerapkan standar pribadi kepada orang banyak adalah akar masalah. Gue
yang hobi dan kebetulan pandai menulis dan pandai mengekspresikan diri biasa
mengucapkan selamat kepada kawan yang berulang tahun dengan kalimat-kalimat panjang,
bahkan terasa seperti surat. Gue mengetik semuanya dengan sepenuh hati dan
jiwa. Nggak jarang pula sampai terbawa perasaan dan ingin menangis atau memeluk
yang bersangkutan. Sekadar “HBD” atau “Happy birthday” buat gue adalah ucapan yang
tidak niat dan sekenanya. Itu yang membuat gue begitu malas merayakan maupun
mengucapkan kepada banyak orang, kecuali kami benar-benar dekat.
Namun, seiring berjalannya waktu yang diiringi dengan pendewasaan diri karena
pengalaman, gue pun kini memahami bahwa semua kata-kata yang gue baca dari layar
tidak bisa menggambarkan ketulusan dan kesungguhan seseorang. Gue nggak tahu mereka
mengetik semua itu dengan wajah dan emosi seperti apa. Bisa saja mereka menulisnya
dengan senyum dan dada mengembang karena bahagia bahwa temannya berulang tahun
dan sedang mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Bisa juga
mereka menulisnya dengan menggigit bibir karena takut air mata jauh membasahi
pipi saking tulus dan sepenuh hati mereka mendoakan. Nggak ada yang tahu. Gue pun
nggak akan tahu.
Akhirnya, gue pun mengapresiasi segala bentuk ucapan yang gue terima di
tanggal 27 Juli. Entah hanya sekadar “HBD”, “Selamat ulang tahun” atau “Happy
birthday” sekalipun, gue berterima kasih dan mengamininya. Bahkan, gue pun akan
senang, bersyukur dan mengamini mereka yang mengucapkan dan mendoakan dalam diam
tanpa gue tahu apa yang mereka doakan untuk gue.
Sebagaimana gue dulu meyakini bahwa doa adalah hubungan kita, manusia, dengan
penciptanya. Ini soal hati dan jiwa. Biarkan saja Ia yang mendengar dan
mengabulkannya. Gue pun percaya bahwa ada orang-orang yang akan mendoakan gue
dalam diam tanpa gue tahu mereka siapa. Sama halnya, dengan mereka yang mungkin
membantu dan berkontribusi untuk hidup gue sampai dengan titik ini tapi nggak
gue tahu dan kenal atau bahkan ingat.
Jadi, apapun bentuknya, apapun ucapannya, gue rasa setiap orang punya
cara untuk mengucapkan, memberi selamat dan mendoakan orang-orang terkasihnya.
Begitu juga untuk merayakan kebahagian maupun kesedihan dengan caraya
masing-masing.
Melihat begitu menyenangkannya merayakan hari yang bermakna dalam hidup
gue, rasanya ke depannya gue pun ingin tetap merayakannya dengan orang-orang tercinta
dan tentunya dengan cara dan gaya gue.
Untuk menutup blogpost ini, izinkan gue, lagi dan lagi berterima kasih
untuk semua yang memberikan ucapan dan mendoakan gue di hari pertambahan usia
kali ini. Semoga semua doa dan kebaikan yang disemogakan untuk gue akan
berbalik dan kembali ke kalian semua.
Sehat-sehat ya semuanya! Jangan lupa bahagia dan tetap menjadi manusia
dengan membiarkan diri mengekspresikan perasaan, senang, bahagia, sedih, marah,
kecewa dan yang lain-lainnya.
0 komentar