Makan Sendirian, Tak Masalah!

Senin, Oktober 05, 2020

Bulan Oktober ini akan menjadi bulan keempatku di kantor baru. Namun, ada beberapa hal yang masih belum bisa kuadaptasi dengan baik. Salah satunya adalah soal kebiasaan makan. 


Teman-teman di kantor saat ini terbiasa untuk makan di meja kerja. Sementara, aku di kantor sebelumnya dibiasakan untuk tidak makan di meja kerja dengan alasan kebersihan. Namun, kebiasaan yang awalnya aku protes karena memperumit proses makan berubah menjadi kebiasaan baik yang kubawa sampai dengan hari ini. 

Photo by Marcus Aurelius from Pexels

Dengan membiasakan diri makan di meja makan dan bukan di meja kerja, aku pun terbiasa untuk membedakan waktu kerja dan waktu makan. Menurutku, ini adalah bentuk kedisipilinan selain bentuk rasa sayang kepada diri sendiri. 


Mengapa begitu? Karena dengan makan di meja makan kita memisahkan diri dari pekerjaan di waktu makan. Artinya, kita membiarkan diri kita istirahat sejenak dari pekerjaan semenatara bisa melakukan aktivitas lainnya. Misalnya, membaca. 


Di kantor yang sekarang, aku cenderung menghabiskan waktu makan siangku dengan membaca selain menonton serial Netflix yang aku suka. Dulu, di kantor lama, aku dan teman-teman terbiasa makan bersama sambil berbincang tentang banyak hal. Tentu saja, tidak terkait dengan pekerjaan! Tak jarang juga kami berbagi cerita pribadi kepada satu sama lain. 

Photo by Ketut Subiyanto from Pexels.

Kebiasaan di kantor lama ini lah yang aku rindukan sebab aku tidak memilikinya di kantor yang sekarang. Mirisnya, aku adalah satu-satunya orang yang makan di meja makan. Teman-teman yang lain memilih tetap di mejanya masing-masing sambil menonton serial Netflix kesayangan. 


Awalnya, aku merasa sedih karena merasa terasing dengan kebiasaan yang satu ini. Sepi juga karena tidak ada teman berbagi dan berbincang bersama. Aku tidak bisa curhat soal kehidupanku di luar kantor atau sekadar membicarakan sesuatu yang sedang trending kala itu, film, serial, drama, buku, apapun! Dulu di kantor lama, kami bisa membicarakan apapun. 


Namun, lama kelamaan aku terbiasa. Mencari makan siang sendiri dan tentu saja makan sendiri di meja makan. Rekan kerjaku lebih sering melakukan pesan-antar untuk makan siang, meski ada juga yang sudah membawa bekal dari rumah. Sedangkan aku, aku lebih memilih untuk membeli makan di sekitar kantor. Ini adalah sebuah cara untuk mengalihkan perhatian, selain menggerakkan tubuh yang sudah lama berolahraga.


Untungnya, kantorku ada di sebuah daerah perkantoran berlantai tiga. Di mana kantor kami berada di lantai paling atas. Tidak ada elevator tentu saja. Jadi, kami naik-turun dengan menggunakan tangga. Aku yang sebelum pandemi hobi berlari ini merasa bersyukur dengan desain kantor ini. Setidaknya, aku membakar sedikit kalori dengan naik-turun tangga setiap hari. 

Photo by Ksenia Chernaya from Pexels

Untuk membakar kalori atau mencari inspirasi, aku kadang sengaja mencari makan siang yang agak jauh dari kantor atau sekadar melipir ke Indomaret untuk membeli kopi kemasan yang kucintai. Teman kantor yang mendengar ini agar terkejut dengan kelakuanku karena menurut mereka jauh.


Ah! Tapi tak ada masalah sama sekali buatku. Sebelum hobi berlari pun aku sudah senang berjalan kaki. Setidaknya untuk memiliki waktu sendiri dan mengerenungi pikiran sendiri. Setelah hobi lari, rasanya... memalukan sekali kalau ke Indomaret yang hanya beberapa ratus meter itu dikeluhkan. Toh, aku lari sudah bisa sampai 21 kilometer. Di Merapi lagi! Jauh sekali, kan? 


Tak hanya berjalan kaki, kadang aku pun berlari. Benar-benar berlari. Dari pintu gedung kantor sampai hampir ke gerbang perkantoran. Hanya beberapa meter tapi bisa membantu aku merasa lebih baik kalau kepala sedang mentok tidak ada ide atau saat aku begitu marah terhadap sesuatu. Tak jarang, beberapa orang pun memperhatikan aku dengan tatapan aneh dengan kelakuanku yang satu ini. 


Tidak cuma berlari di kala makan siang. Ini rahasia. Jangan beri tahu orang kantorku! Aku juga berlari di kantor. Kala malam hari ketika semua orang sudah pulang ke rumah masing-masing.


Aku berlari di kantor karena aku punya target yang perlu dipenuhi. Kala itu, untuk mencapai birthday run-ku yang seharusnya dilakukan di Bandung. Namun karena pandemi, tentu saja harus dibatalkan. Aku juga nggak berani-berani amat untuk lari di luar ruangan kalau di Jakarta. Jadi, aku memilih lari di kantor. 


Bagaimana caranya? Ya begitu. Lari saja. Mondar-mandir seisi kantor dari ujung ke ujung, naik-turun dari lantai satu ke lantai tiga. Sensasinya? Luar biasa! Jauh lebih melelahkan dibandingkan trail running yang aku lakukan di Tahura, Bandung Januari lalu. Jauh lebih bikin lutut lemas dibandingkan latihan di simpang susun Semanggi!


Tentu saja! Ini karena jaraknya yang pendek, maka repetisinya semakin banyak. Semakin sering juga aku naik-turun tangga sampai bosan. Kok nggak kelar-kelar juga ya?! 


Jadi, begitulah aku dan cerita di kantor baruku. Kantor baru, suasana baru, budaya baru juga. Meski begitu, aku tetap percaya bahwa kebiasaan lama yang kubawa jauh lebih baik untuk dipertahankan dibandingkan mengadopsi kebiasaan baru yang ada. Toh, aku merasa baik-baik saja dengan kebiasaan makan siang di meja makan ini. Aku pun merasa lebih sehat dan bahagia dengan ini meski melakukannya sendirian. 


Tak masalah! Aku biasa melakukan banyak hal sendirian. Jadi, makan sendiri sudah biasa! 

You Might Also Like

0 komentar